Pelampiasan emosi negatif pada tingkat yang ekstrim sungguh tak bisa dibayangkan. Orang bisa kehilangan kontrol diri, bahkan nyawa sekalipun ketika terseret terlalu dalam oleh perasaan menyakitkan sedemikian rupa.
Adalah Wild Tales (2014), sebuah film komedi satir yang mencoba untuk mengungkapkan ancaman sisi gelap tersembunyi dalam jiwa tiap individu. Berwujud kekuatan misterius yang mampu merusak diri dan menghancurkan kehidupannya.
Film ini menyajikan kisah-kisah liar yang amat dramatis dalam kenyataan sehari-hari. Kegilaan tak terduga yang menyebabkan orang sinting seketika akibat hasutan kemarahan, kebencian, dendam yang rumit, cemburu buta dengan perasaan sakit akibat kesetiaan yang dikhianati.
Disutradarai oleh Damián Szifron, Wild Tales mengemas enam film pendek yang berbeda menjadi satu dengan tetap menjaga daya pikatnya masing-masing melalui dramatisasi yang kian memuncak.
Film berbahasa Spanyol dengan durasi 122 menit ini judul aslinya adalah Relatos Salvajes. Hasil kerja kreatif dari Rumah Produksi El Deseo S.A dan mulai bisa disaksikan sejak tahun 2014. Pembuatan film Wild Tales hingga menjadi sebuah karya sinematografi bertendensi humor tragedi dramatik agaknya melibatkan andil nama-nama besar. Seperti Pedro Almodóvar yang juga dikenal sebagai sutradara Spanyol kawakan sebagai produser. Bintang-bintang utamanya antara lain Ricardo Darín, Oscar Martínez, Leonardo Sbaraglia, Erica Rivas, Rita Cortese, dan Julieta Zylberberg. Sedangkan Gustavo Santaolalla bertanggung-jawab pada penyajian musik yang menghidupkan suasana dalam film ini.
Berbeda Tapi Satu Tema
Wild Tales (2014) dibagi menjadi enam segmen dengan masing-masing judul yang berbeda. Sekalipun memuat cerita yang berlainan, tema dari tiap segmennya tetap mengusung tema menyoal prilaku ekstrim individu (maniak) akibat tekanan besar emosi negatif. Mari simak deskripsi naratif singkat merangkum masing-masing segmen yang ada dalam film tersebut.
1. Pasternak
Boris Pasternak telah begitu banyak mengalami kekecewaan dalam kehidupannya. Didikan keras orang-tua mengakibatkannya menderita di masa kecil. Teman-temannya yang melecehkan, dan sang kekasih yang selingkuh justru dengan teman dekatnya sendiri. Ia mengalami depresi dan meminta bantuan pada seorang psikiater. Malangnya, Pasternak tidak menemukan jalan keluar dari belitan permasalahannya. Sang psikiater yang ’mata duitan’ malah menaikkan biaya konsultasi bagi dirinya sekalipun belum mampu memberi bimbingan konseling terbaik. Ia semakin kalut. Ketika telah mencapai puncak kegamangan jiwa akibat segenap kesulitan tak terpecahkan, justru pada saat itulah ia menemukan solusi fantastis – mengajak semua orang yang telah menyakitinya agar sudi pergi bersama-sama menuju alam kematian.
Paternak lalu mengirimkan sejumlah tiket pesawat untuk mereka agar bisa terbang bersama, mengunjungi sebuah ’tempat’ yang telah dipilihnya – tanah kematian. Ia sendiri berperan sebagai pilot dalam pesawat itu. Mereka pun mengangkasa. Ketika telah sampai pada ketinggian memadai, tiba-tiba Pasternak dengan kecepatan tinggi mulai menukikkan pesawat ke bawah menuju daratan.
Hebatnya lagi ia tak lupa untuk mampir ke rumah orang-tuanya. Barangkali ia tak hendak bila kedua orang-tuanya ketinggalan ikut plesiran. Sungguh anak yang berbakti. Jatuhlah pesawat itu tepat di hadapan ayah dan ibunya yang sedang santai menikmati minuman hangat sambil membaca. Byaaarrr.. Semua menyerpih terserak. Tak ada yang tersisa. Selamat, Pasternak.. Anda telah berhasil!
2. Racun Tikus
Di luar restoran hujan begitu deras. Pekat malam riuh. Guruh
menggelegar. Jalanan basah dan licin. Amat berbahaya menyusurinya dalam
satu perjalanan. Singgah sekadar menikmati makanan hangat hingga hujan
reda tentu keputusan bijak. Seorang pengendara mengarahkan mobilnya
untuk mampir.
Di bagian dapur, pelayan muda yang cantik baru saja mau menghirup minumannya. Cahaya lampu depan mobil menembus pintu kaca restoran, menerpa ke arah matanya. Ditinggalkan minumannya di meja dapur. Di luar tamu itu turun dari mobil. Pelayan itu bergegas menghampiri. Ia tahu sang tamu pasti membutuhkan bantuannya. Menolong orang dalam kondisi begini tentu mulia, hatinya berkata. Bukankah kita mesti saling membantu? Itu kebajikan. Ia lalu mempersilakan lelaki paruh baya itu masuk. Ketika bertatap-tatapan di depan pintu masuk, ia terkejut sekali. Ternyata sang tamu adalah orang yang menghancurkan keluarganya dulu.
Di bagian dapur, pelayan muda yang cantik baru saja mau menghirup minumannya. Cahaya lampu depan mobil menembus pintu kaca restoran, menerpa ke arah matanya. Ditinggalkan minumannya di meja dapur. Di luar tamu itu turun dari mobil. Pelayan itu bergegas menghampiri. Ia tahu sang tamu pasti membutuhkan bantuannya. Menolong orang dalam kondisi begini tentu mulia, hatinya berkata. Bukankah kita mesti saling membantu? Itu kebajikan. Ia lalu mempersilakan lelaki paruh baya itu masuk. Ketika bertatap-tatapan di depan pintu masuk, ia terkejut sekali. Ternyata sang tamu adalah orang yang menghancurkan keluarganya dulu.
Setelah kembali ke dapur restoran, ia ceritakan pengalaman pahitnya pada koki wanita yang lebih tua darinya. Siapa tahu dengan usia dewasa teman kerjanya itu, bisa didapat mutiara kebijaksanaan untuk dirinya. Namun, ternyata lamanya hidup dan kebesaran jiwa adalah dua hal yang amat berbeda bagi sang koki. Tak dinyana teman kerjanya adalah seorang petualang yang amat mengejutkan. Sang koki menawarkan jalan keluar permasalahannya itu – balas dendam yang rapi lagi memuaskan daripada sekadar mengomeli lelaki perusak keluarganya dulu selagi masih ada kesempatan. Ia berkata bahwa dengan meracuni makanan yang dipesan lelaki itu, dalam dosis yang tepat lima menit kemudian, jantungnya pasti meledak. Semua beres. Tak ada yang perlu ditakutkan.
Sang koki meyakinkan lagi. Hanya satu kesempatan seumur hidup, orang mesti melakukan sesuatu yang bermanfaat – membalas semua perlakuan buruk yang pernah dialami. Pelayan muda itu bergidik mendengarnya. Ia tak setuju dengan rencana pembunuhan yang ditawarkan teman kerjanya. Mereka berdebat sengit. Tapi, sang koki diam-diam telah membuat keputusan.
Beberapa saat setelah pesanan kentang goreng dan minuman ringan diantar, pelayan itu menemukan sisa-sisa racun tikus terserak. Ia curiga dan langsung mengejar temannya. Sambil mengepulkan asap rokok, sang koki malah santai saja. Ia meminta pelayan supaya jangan resah. Lihat saja ending-nya, begitu mungkin maksud sang algojo restoran itu. Mereka lalu memperhatikan si lelaki calon korban ’dosis yang tepat’ melahap makanannya. Sepertinya tak ada reaksi? Apa mungkin racun tikusnya sudah kadaluarsa? Sang koki dan pelayan kini gelisah. Tapi, kegelisahan mereka berbeda.
Tiba-tiba dari luar masuk seorang remaja laki-laki. Putranya tamu restoran. Duduk, dan mencicipi kentang goreng bumbu istimewa racikan sang koki. Tak berapa lama, perutnya melilit. Racun tikus agaknya efektif bekerja. Pelayan restoran berlari keluar. Ia mengambil sisa makanan di piring. Sang tamu tidak terima. Namun, ketika dilihat anaknya tampak mulai kesakitan, ia pun naik pitam karena curiga.
Pada saat tamu restoran melampiaskan kemarahannya, tiba-tiba sang koki menghampiri dan dengan pisau dapur menikamnya berkali-kali. Lelaki malang itu roboh bersimbah darah, dan anaknya meringkuk kesakitan serta muntah-muntah.
3. Duel
Siang yang cukup terik. Hanya terlihat dua pengendara mobil yang sama-sama melintas di jalan raya membelah padang gurun. Yang satu mengenakan mercedes mewah hitam, pengendara lainnya berada dalam sedan tua lagi butut.
Suasana lengang. Dan tak perlu terburu-buru di tengah udara yang gerah. Namun, agaknya lelaki parlente dalam mercedes harus segera tiba di tujuannya. Diego Iturallde tak suka membuang waktu. Berlama-lama di tengah gurun gersang begini. Lain cerita dengan lelaki dalam sedan butut di depannya. Ia merasa perlu ada hiburan dalam suasana yang cukup panas. Ia lalu meledek pengendara mobil di belakangnya. Dihalang-halanginya laju mercedes. Usahanya pun sukses. Cukup menjengkelkan pengendara itu.
Beberapa saat kemudian, Diego bisa mengejarnya. Berusaha mensejajarkan mobil mereka. Dongkolnya belum hilang, dimakinya pengendara sedan butut itu dengan sebutan ’bajingan tolol’. Lalu melaju jauh meninggalkannya di belakang. Ia amat puas.
Siang yang cukup terik. Hanya terlihat dua pengendara mobil yang sama-sama melintas di jalan raya membelah padang gurun. Yang satu mengenakan mercedes mewah hitam, pengendara lainnya berada dalam sedan tua lagi butut.
Suasana lengang. Dan tak perlu terburu-buru di tengah udara yang gerah. Namun, agaknya lelaki parlente dalam mercedes harus segera tiba di tujuannya. Diego Iturallde tak suka membuang waktu. Berlama-lama di tengah gurun gersang begini. Lain cerita dengan lelaki dalam sedan butut di depannya. Ia merasa perlu ada hiburan dalam suasana yang cukup panas. Ia lalu meledek pengendara mobil di belakangnya. Dihalang-halanginya laju mercedes. Usahanya pun sukses. Cukup menjengkelkan pengendara itu.
Beberapa saat kemudian, Diego bisa mengejarnya. Berusaha mensejajarkan mobil mereka. Dongkolnya belum hilang, dimakinya pengendara sedan butut itu dengan sebutan ’bajingan tolol’. Lalu melaju jauh meninggalkannya di belakang. Ia amat puas.
Cukup jauh dari tempat pertengkaran kecil mereka, tiba-tiba Diego merasa ban belakang mobilnya pecah. Ia pun menghentikan mobil tepat di ujung jembatan kecil yang mengalir sungai. Sewaktu ia berusaha melepas bannya itu, di kejauhan tampak sedan butut mendekat ke arahnya. Bergegas ia masuk ke mobil. Padahal ban yang baru dipasangnya belum terkunci sempurna. Ia berharap semoga semua baik-baik saja.
Sedan butut berhenti tepat di depan, sengaja menutupi jalan. Pengendaranya turun, sepertinya menemukan peluang, mau membalas penghinaan menyakitkan tadi. Ia tak bereaksi selayaknya. Melihat ini, pengendara sedan butut kian berani. Kaca depan mobilnya dihantam dengan kunci besi roda. Kata-kata kasarnya pun tersembur keluar. Ia merasa tak perlu menanggapi, lebih baik menelepon polisi, meminta bantuan segera.
Petugas belum juga tiba. Mungkin jarak tempuh yang cukup jauh. Ini membuat pengendara sedan butut mulai mengggila. Sungguh tak disangka mercedes yang cukup rusak malah dibombardir lagi dengan kotorannya. Setengah menjongkok di atas kap mobil, ia menggelindingkan beberapa potongan kuning kepucatan keluar langsung melalui saluran pembuangan alaminya. Barangkali maksudnya untuk melengkapi, dikencinginya pula kap mercedes itu. Ini baru mantap, begitu pikir pengendara sedan butut. Diego tampak terhenyak. Roman wajahnya menegang menahan amarah.
Ketika rival satu-satunya baru saja masuk ke sedan butut, ia tak membuang waktu. Pedal gas mercedesnya diinjak sekuat mungkin. Mobilnya mulai mendorong sedan butut itu, dan terperosok jatuh. Susah-payah lelaki dalam sedan butut keluar. Mobilnya nyungsep di dasar sungai dangkal. Diego pun bergegas. Lalu mulai menjalankan mobilnya. Hanya beberapa puluh meter melaju, lelaki pengedara sedan butut meneriaki dan mengancam akan membunuhnya bila bertemu lagi. Masalah yang belum tuntas, begitu pikir Diego. Ia membanting stir, berbalik ke arah lawannya itu. Beruntung bagi pengendara sedan butut, ia tak tertabrak. Malang bagi Diego, ban mobilnya seketika terlepas dan menyusul sedan butut ke sungai.
Akhir cerita setelah mereka berdua baku hantam, mobil masing masing meledak terbakar. Mereka terjebak dan terpanggang mati di dalamnya.
”Oh, Tuhan.. Berikanlah aku kesabaran.” Begitu diucapkan Diego sebelum ia terlibat duel maut yang berawal dari persoalan sepele – iseng saling meledek.
4. Bom Kecil
Simon Fischer memiliki keahlian dalam urusan bahan peledak. Suatu ketika ia berjanji akan menghadiri pesta ulang tahun putri satu-satunya. Istrinya mewanti-wanti dia tidak boleh terlambat pulang. Ia pun menyetujui, selepas kerja akan langsung menuju ke rumah mereka dengan membawa kue ulang-tahun.
Simon lalu mampir ke sebuah toko. Segera masuk dan membeli kue. Ketika ia keluar toko, mobilnya telah raib. Di atas tempat mobilnya terparkir, ia menemukan secarik kertas. Rupanya mobilnya telah diparkirkan pada tempat yang salah, dan diderek paksa dipindahkan ke lokasi parkir sementara milik perusahaan penderek. Ia lalu segera ke alamat perusahaan swasta yang ditunjuk pemerintah setempat untuk mengambil mobilnya.
Tiba di tempat tersebut tak pernah terpikirkan olehnya, biaya tilang yang mesti dikeluarkan cukup besar. Tapi, ia mengalah yang penting bisa cepat pulang. Malang tak bisa ditolak, dalam perjalanan ia terjebak macet. Sampai di rumah acara ulang-tahun baru saja usai. Istrinya marah dan mengomelinya.
Kali kedua mobilnya ditilang lagi. Ia kembali mengunjungi perusahaan penderek itu. Simon berdebat dengan petugas loket yang menurutnya bersikap arogan. Puncak emosinya, ia mengambil tabung pemadam dan memecahkan kaca loket tersebut. Buntut dari hal ini, ia ditangkap polisi. Beruntung rekan utusan perusahaannya menebus agar ia bisa keluar. Akan tetapi, perusahaan memecat dirinya karena perbuatannya yang telah mencemarkan nama baik. Masalah tak berhenti sampai di sini, komisi perlindungan keluarga turut bereaksi. Simon diharuskan berpisah dengan keluarganya. Kekerasan yang ia lakukan dipandang berbahaya bagi keselamatan istri dan putrinya.
Kehilangan pekerjaan, sendiri karena terpisah paksa dengan keluarga tercinta amat menekan jiwa. Ia merasa ini semua karena perusahaan penderek korup yang telah menghancurkan kehidupan bahagianya. Simon Fischer, insinyur ahli bahan peledak, merasa tak bisa membiarkannya begitu saja. Pembalasan setimpal mesti dirancang.
Dengan cermat, ia memasang bom berdaya ledak sedang, diletakkan dalam bagasi mobilnya. Berharap setelah diparkirkan di zona larangan parkir, mobilnya akan diderek ke perusahaan yang menjengkel hatinya itu. Harapannya terwujud.
Ketika mobilnya baru saja diletakkan di tempat parkir perusahaan penderek, bom meledak. Loket penebusan turut porak-poranda walaupun tak menelan korban jiwa.
Singkat cerita, Simon ditangkap dan dipenjara. Namun di dalam penjara, para pesakitan menyukai apa yang sudah dilakukannya – memberi pelajaran berharga terhadap perusahaan swasta korup ’tukang peras’ masyarakat. Keluarganya kembali padanya, bersama para narapidana merayakan hari ulang-tahunnya dengan meriah.
5. Pengajuan
Santiago, anak pengusaha kaya Mauricio, suatu malam di Utara Buenos Aires tepatnya di Libertador Avenue, menabrak seorang wanita hamil hingga tewas. Ia ketakutan dan langsung pulang ke rumah ayahnya. Melaporkan peristiwa tersebut pada kedua orang-tuanya dengan perasaan amat tertekan.
Berita tabrak lari itu dengan cepat menyebar-luas. Masyarakat mengecam pengemudi mobil yang tidak bertanggung-jawab terhadap korbannya. Mauricio melihat ini akan mengancam reputasinya. Ia harus bertindak cepat mengatasi masalah tersebut. Ia tak ingin anaknya masuk penjara. Ia tak mau nama baiknya tercemar karena ulah Santiago. Ia harus menemukan solusi yang tepat sesegera mungkin. Bersama pengacaranya ia mengatur segala upaya yang memungkinkannya keluar dari permasalahan.
Ketika Mauricio sedang menghibur istrinya yang begitu tertekan karena masalah ini, tiba-tiba melintas ide dalam benaknya. Di halaman luar ia melihat Jose, tukang kebun yang telah bekerja 15 tahun pada keluarganya. Ia langsung menemuinya. Menawarkan uang 500 ribu dollar dengan syarat Jose mau masuk penjara menggantikan Santiago. Pengacara Mauricio pun mendukung idenya. Mereka berdua mengatur cara-cara efektif agar semuanya berjalan mulus. Setelah diskusi yang cukup alot, akhirnya Jose bersedia. Mauricio boleh sedikit merasa lega. Polisi lalu dihubungi agar segera membawanya untuk diperiksa. Pada saat Jose akan dibawa keluar rumah, di gerbang depan masyarakat berdemo menuntut keadilan terhadap pelaku tabrak lari itu. Tiba-tiba menyeruak keluar suami sang wanita dengan membawa palu dan langsung memukuli Jose hingga terjatuh.
Korban kini bertambah. Dua orang tak berdosa mati sia-sia. Yang pertama akibat kelalaian mengemudi Santiago anak manjanya Mauricio, dan si-miskin Jose adalah korban konspirasi. Ayah dan anak sama-sama telah berbuat kriminal tanpa mereka sadari. Dan sang suami dari wanita hamil korban tabrak lari pun tak mau ketinggalan. Langsung menghakimi tanpa tahu siapa penabrak istrinya nan malang sesungguhnya.
6. Hingga Kematian Memisahkan Kita
Malam pesta pernikahan Romina dan Ariel berlangsung amat meriah. Semua sahabat dan kerabat mereka hadir. Suasana terkesan begitu mewah dan semarak. Semua bergembira termasuk teman wanita selingkuhan Ariel yang juga ikut nimbrung, duduk santai di antara para tamu sambil menikmati champaigne.
Dari kejauhan terlihat Ariel menghampiri selingkuhannya. Berbasa-basi seperlunya tentu baik dilakukan. Bukankah mereka pernah menikmati indahnya berahi asmara dalam keremangan? Kenangan itu masih terasa amat manis bagi satu sama lain. Membekas, butuh waktu melupakannya. Romina melihat ini. Dadanya berdebar. Ia dibakar perasaan cemburu. Diteguknya segelas minuman, berusaha menenangkan diri. Tapi, itu tak berhasil. Ia makin resah melihat selingkuhan suaminya itu. Bayangan pengkhianatan sang suami terhadap dirinya, hasutan kemarahan karena telah dibohongi, melukai hatinya, dan terasa amat perih. Ia tak bisa menerima. Tunggu pembalasanku, desis bisikan dari dalam diri Romina.
Romina merasa muak terhadap Ariel dan selingkuhannya. Ia menembus dapur restoran, berlari menuju atap bangunan. Apa maunya? Terjun ke aspal? Bunuh diri? Seorang koki paruh baya menyaksikannya. Ia lihat perempuan muda itu dirundung masalah. Siapa tahu ia bisa membantu. Bukankah pengalaman hidupnya banyak? Siapa yang tahu keadaan berubah menguntungkan, bukan? Bergegas disusulnya Romina ke atas.
Di pinggir tembok pembatas atap bangunan, Romina sesunggukan. Ia begitu terluka. Sang koki amat iba melihatnya. Ia lalu mendekati mempelai wanita nan malang itu. Mencegahnya agar jangan melakukan perbuatan nekat. Lalu begitu lembut dan bijak ia menasehati. Hidup kadang tak sesuai harapan kita. Namun, kita harus mampu menjalaninya dengan semburan gairah dari dalam.
Romina yang gamang merasa mendapat pegangan. Ia merasa sang koki memberikan penyelesaian efektif untuk kesulitan yang dialaminya. Ia harus berterima kasih. Amat mulia, bukan? Dipeluknya koki itu. Dengan lembut dikecup bibirnya. Tapi, kecupannya mendadak menjadi pagutan liar. Astaga! Ini lain jalan ceritanya. Mungkinkah karena udara dingin di atap bangunan? Barangkali Romina ingin mendapat kehangatan yang layak dirasakan di malam pesta pernikahannya. Siapa yang tahu? Hanya kerlip bintang-gemintang nakal puas mengintip. Agak bergeser, keduanya lalu bersandar di dinding. Bukankah berbahaya bila terus dilanjutkan di pinggir pembatas atap itu? Mereka butuh tempat memadai. Perlu penuntasan sesegera mungkin. Hmm, semoga berjalan lancar. Tak ada gangguan berarti.
Sementara itu, Ariel mencari-carinya. Ia bertanya pada siapapun di ruangan pesta. Akhirnya ia tahu Romina berlari naik ke atap beberapa saat yang lalu. Ditemani dengan seorang tamu, ia menyusul. Segera setelah tiba di atas, ia melihat sebelah sepatu Romina terlepas. Penuh selidik, tatapannya menyapu tiap sudut di atas bangunan.
Tiba-tiba ia menyaksikan sepasang manusia sedang bercinta. Betapa terkejutnya Ariel. Seorang dari mereka adalah istrinya, sedangkan laki-laki pasangannya tak lain si koki restoran. Mereka berdua tak menyadari sedang diperhatikan. Baru ketika mendengar namanya dipanggil, Romina tahu ada orang lain selain mereka berdua. Koki pun buru-buru melepaskan diri dari pelukan ketat istri Ariel. Agak kerepotan juga dia menaikkan celananya yang setengah melorot. Lalu cepat berlari menuruni tangga dalam gedung.
Romina puas. Berhasil membalas pengkhianatan suaminya. Padahal itu hanya dalam prasangkanya saja. Sama sekali belum pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri. Sesungguhnya hanya cemburu buta. Ariel lemas. Padahal yang bercinta barusan dengan bernafsu bukan dirinya. Tapi, karena ia menyaksikan sendiri, itu sudah cukup melemaskan seluruh sendi dalam tubuhnya. Bukankah melihat kerapkali lebih dahsyat dari mengalami? Ia diserang shock seketika. Kedudukan saat ini 1:1. Sebuah pertandingan ego kedirian yang sungguh menguras tenaga. Amat melelahkan. Akankah ada perpanjangan waktu? Ternyata tidak. Masing-masing butuh rehat yang cukup.
Lihatlah kini! Ariel dan Romina mesra berpelukan. Diiringi musik lembut mereka berdansa. Sepertinya tak ada yang perlu diresahkan. Mereka mampu melupakan apa yang telah terjadi. Pasangan pengantin baru ini tahu. Pesta akan segera usai. Esok pagi hari baru merekah, menawarkan segala kesenangan hidup. Setiap orang punya bagiannya masing-masing. Sebagaimana yang dikatakan koki di atap gedung tadi, nikmati hidupmu dengan penuh gairah. Muncratkan ke segala arah.
Para tamu menganga tercengang. Takjub bukan kepalang.
Demikian sinopsis film Wild Tales (2014) ini. Saya kira menontonnya langsung lebih baik lagi jika Anda merasa tertarik. Banyak hal yang bisa pelajari dari dalam film ini, terutama bagaimana tekanan emosi negatif yang tak terkendali dapat menyebabkan orang bertindak tanpa akal sehat. [M.I]
Demikian sinopsis film Wild Tales (2014) ini. Saya kira menontonnya langsung lebih baik lagi jika Anda merasa tertarik. Banyak hal yang bisa pelajari dari dalam film ini, terutama bagaimana tekanan emosi negatif yang tak terkendali dapat menyebabkan orang bertindak tanpa akal sehat. [M.I]