"Seloka sebagai salah satu ragam pantun lama memiliki daya tariknya tersendiri."
Berbicara kesusasteraan lama Indonesia tentu tak terlepas dari pantun. Pantun dengan ragam bentuknya yang khusus itu memang seakan menjadi ciri utama yang menandainya. Ambillah contoh seperti gurindam yang dibentuk dengan dua baris kalimat, bersajak a/a juga mencirikan suatu bentuk dari karya sastra lama nusantara yang masih menjadi bagian dari pantun. Mengapa demikian? Pada gurindam dapat dilihat hubungan yang erat, saling terkait antara sebab-akibat ─ pada baris pertamanya sebagai hal penyebab dan baris keduanya sebagai hal yang menimbulkan akibat.
Apabila orang mudah mencacat,
Pekerjaan itu membuat sesat.
(contoh gurindam dua baris kalimat saling berkait)
Selanjutnya, seloka yang juga termasuk ragam pantun itu sama memperlihatkan ciri saling keterkaitan, bertujuan untuk menyatakan hubungan sebab-akibat dari suatu pokok persoalan yang sedang disajakkan. Akan tetapi, seloka berbeda karena letak kalimatnya cenderung kait-mengait dan ada pengulangan yang terus berlanjut. Seolah sengaja digubah sedemikian rupa untuk diujarkan dalam bentuk balas-membalas kalimat bersajak. Mari cermati contoh seloka yang bertema cinta dan kesetiaan di bawah ini:
Tanam melati di rumah-rumah,
Ubur-ubur sampingan dua.
Kalau mati kita bersama,
Satu kubur kita berdua.
Ubur-ubur sampingan dua,
Tanam melati bersusun tangkai.
Satu kubur kita berdua,
Kalau boleh bersusun bangkai.
Tanam melati bersusun tangkai,
Tanam padi satu-persatu.
Kalau boleh bersusun bangkai,
Daging hancur menjadi satu.
Tanam padi satu-persatu,
Anak lintah dalam cunia.
Daging hancur menjadi satu,
Tanda cinta dalam dunia.
Memperhatikan contoh seloka di atas, kita jelas melihat bahwa gaya repetisi yang mana baris kedua pada larik pertama akan menjadi baris pertama pada larik kedua. Pengulangan ini terus berlanjut pada baris-baris lainnya pula hingga larik terakhir seloka tersebut. Dengan ciri tersebut, seloka sering juga dikenal sebagai pantun berangkai.
Sehubungan dengan pemakaian seloka di dalam kehidupan berbudaya masyarakat Indonesia (khususnya suku bangsa Melayu), biasanya jenis pantun lama yang unik ini sering digunakan dalam acara adat seperti penyambutan kedatangan mempelai laki-laki ke rumah mempelai wanita. Atau dalam acara seserahan barang-barang tertentu sebagai syarat peminangan dari keluarga pelamar.
Sedikit banyak memahami seloka sebagai salah satu ragam kesusasteraan lama, saya ingin sekali mengetahui pendapat Anda mengenai baris-baris kalimat selanjutnya di bawah ini. Apakah susunannya termasuk pantun nasehat, gurindam, atau seloka jenis yang dipendekkan? Mari perhatikan komposisinya.
Yang jauh mendekat,
Yang dekat merapat.
Bangku panjang isi delapan,
Bangku pendek isi empat.
Yang cakep duduk di depan,
Yang lain jangan ngumpat.
Ntar dikasih dondong,
Tapi geseran dulu dong?!
Hahahahaha.... Ini bukan jenis pantun lama, tapi seruan atau himbauan agak genit dari kernet angkot. Hihihihihi... It's only a joke, my friend.. Be relax. Walaupun demikian, kita tentu saja tak bisa langsung menafikkan bahwasanya ada maksud menghibur dan menuntun para penumpang "kembali ke jalan yang benar" (hahaha... lebayisme! Memangnya mereka ada di dalam kesesatan sehingga mesti dibimbing oleh si kernet melalui seruan) dalam kalimat-kalimat bersajak. Lebih jauh lagi, jika tidak dihimbau oleh si kernet, niscaya para penumpang akan duduk sekehendak hatinya saling sikut satu sama lain karena terimbas oleh paham pragmatisme tentang "kursi empuk" yang mesti diperebutkan.
Lanjut lagi.. Sekarang mari kita simak contoh lainnya lagi dari seloka. Kali ini bertendensi untuk memberikan nasehat kepada pendengar atau pembacanya.
Lanjut lagi.. Sekarang mari kita simak contoh lainnya lagi dari seloka. Kali ini bertendensi untuk memberikan nasehat kepada pendengar atau pembacanya.
Pasang bendera bunyikan tabuh,
Anak gadis berkain merah.
Supaya cedera jangan tumbuh,
Mulut manis kecindan murah.
Anak gadis berkain merah,
Ambil aur bawa ke pasar.
Mulut manis kecindan murah,
Pandai bergaul sesama besar.
Ya, memang mematut diri dengan sikap yang pantas tercermin melalui ucapan sopan-santun, pandai mengatur kata-kata apa saja yang layak diucapkan menyesuaikan dengan lawan bicara, tentu hal ini baik sekali. Santun dalam ucapan yang dikeluarkan karena niat ingin menjaga kekariban adalah bentuk cerminan pribadi yang mulia. Demikian kira-kira maksud dari seloka di atas. Bagaimana dengan seloka berikutnya?
Buah ara batang dibantun,
Mari dibantun dengan parang.
Wahai saudara dengarlah pantun,
Pantun tidak mengata orang.
Mari dibantun dengan parang,
Berangan besar di dalam padi.
Pantun tidak mengata orang,
Janganlah syak di dalam hati.
Berangan besar di dalam padi,
Pohon buluh dibuat pagar.
Janganlah syak di dalam hati,
Saya budak baru belajar.
Pohon buluh dibuat pagar,
Batang cunia saya patahkan.
Saya budak baru belajar,
Mana yang salah harap maafkan.
Menafsirkan makna yang terkandung di dalam seloka ini, kita mungkin sekilas dapat menemukan tema dasarnya, yakni mengenai seruan untuk menjauhi prasangka. Bisa jadi suatu nasehat baik yang diujarkan melalui baris-baris kalimat bersajak seperti pantun, maupun yang dikatakan seorang anak (budak baru belajar) berisi kebenaran dan tuntunan hidup. Hikmah ini tentunya bisa kita dapatkan dengan membuka pikiran dan menyediakan hati yang bersih saat mendengarkannya. Namun, kita mungkin akan luput menerima pelajaran berharga dari suatu nasehat apabila diri kita lebih dikuasai jaring-jaring prasangka (syak).
Selain itu, rendah hati (tersirat dari baris ketiga dan keempat di dalam larik ke-IV) yang terwujud di dalam prilaku dan sikap tak mau menyombongkan diri, tidak membanggakan diri sendiri secara berlebihan tentunya sangat terpuji bila dilakoni oleh kita. Biarpun kita memiliki kelebihan dari orang lain, tetapi menyadari di dalam diri kita sendiri juga terdapat banyak kekurangan sehingga membutuhkan orang lain untuk melengkapinya. Satu hal lagi yang tampaknya penting untuk diperhatikan oleh diri kita adalah sifat pemaaf disertai dengan sikap arif dan bijaksana ketika menemukan suatu kekhilafan dalam ucapan seseorang.
Ini hanyalah pendapat pribadi saya saja, dan tentunya sangat subyektif. Untuk itulah keberadaan Anda menjadi begitu berharga di mata saya manakala Anda sudi mengoreksi dan menambahi kekurangan yang nampak jelas. Akhir kata, saya hanya berharap semoga tulisan sederhana ini bisa memberikan manfaat bagi Anda.
Selain itu, rendah hati (tersirat dari baris ketiga dan keempat di dalam larik ke-IV) yang terwujud di dalam prilaku dan sikap tak mau menyombongkan diri, tidak membanggakan diri sendiri secara berlebihan tentunya sangat terpuji bila dilakoni oleh kita. Biarpun kita memiliki kelebihan dari orang lain, tetapi menyadari di dalam diri kita sendiri juga terdapat banyak kekurangan sehingga membutuhkan orang lain untuk melengkapinya. Satu hal lagi yang tampaknya penting untuk diperhatikan oleh diri kita adalah sifat pemaaf disertai dengan sikap arif dan bijaksana ketika menemukan suatu kekhilafan dalam ucapan seseorang.
Ini hanyalah pendapat pribadi saya saja, dan tentunya sangat subyektif. Untuk itulah keberadaan Anda menjadi begitu berharga di mata saya manakala Anda sudi mengoreksi dan menambahi kekurangan yang nampak jelas. Akhir kata, saya hanya berharap semoga tulisan sederhana ini bisa memberikan manfaat bagi Anda.
(*) Artikel yang mungkin berhubungan dan ilustrasi yang ada dalam artikel ini dari SINI