Suatu malam, sambil mencurahkan hujan, awan berkata: “Kehidupan seperti hujan, yaitu sebuah proses yang terus-menerus.”
Sambil memancarkan cahaya, kilat berkata: “Tidak, kehidupan adalah sebuah nama bagi yang berkilauan.”
Dialog ini terdengar sampai ke taman. Embun menoleh dan berkata: ”Ya, kehidupan adalah tangisan yang terus-menerus.”
Tetapi bunga yang sedang berkembang berkata: “Tidak, kehidupan adalah nama lain dari berkembang.”
CATATAN:
Dialog ini menunjukkan bahwa tak seorang pun dapat menentukan secara pasti sifat kehidupan.
Seseorang melihat kehidupan dari satu sudut pandang, dan ia membentuk pandangannya tentang kehidupan dari sudut pandangnya sendiri.
Seseorang yang menderita menganggap bahwa dunia ini adalah sebuah ranjang berduri. Di sisi lain, orang yang hidup senang dan bahagia memandang kehidupan sebagai ranjang mawar.
Jadi, kehidupan adalah sesuatu yang relatif. Ia mengambil warnanya dari orang yang bersangkutan.
Shakespeare berkata: ”Tidak ada kebaikan dan keburukan, tetapi berpikirlah yang membuatnya seperti itu.”
Dengan demikian, berkaitan dengan kehidupan, tidak ada landasan tentangnya. Itu bergantung pada pengalaman kita sendiri.
Dalam hal ini, Iqbal bermaksud memaknai kehidupan sebagai apa yang kita lakukan. Jika kehidupan relatif, ia dapat diarahkan menurut keinginan kita. Jika kemauan kita lemah, atau dengan kata lain, jika diri kita tidak dikembangkan dengan sepenuhnya, maka kita berada dalam posisi di mana kita tidak dapat mengatasi kesulitan-kesulitan, dan dalam hal ini, kehidupan akan menjadi sesuatu yang tidak menyenangkan.
Oleh karena itu, Iqbal mengajak kita agar mengembangkan diri sehingga kehidupan kita dapat menjadi sesuatu yang menyenangkan.
Sumber :
MUHAMMAD IQBAL ─ Allah Pun Tersenyum, Kisah-Kisah Unik, Aforisma dan Alegori, Penerbit Nuansa, Bandung, Cetakan I Mei 2005
Ilustrasi :
Bancur Lake Painted by Nurkhular