Suka sekali mendengar emak berkisah
selalu ia temani diriku dengan suaranya yang lembut.
Bercerita tentang kehidupan yang dikemas dalam dongeng khayangan.
”Orang baik itu nanti rumahnya megah, ya, Mak?”
tanyaku takjub setelah mendengar
kisah tragis ksatria yang sabar
mati membela kebenaran ditutupnya
dengan seulas senyum sejuk ditebar.
”Pasti, orang baik punya istana di surga,
luas tempat tinggalnya tak seperti di sini.”
”Makanannya enak semua, ya, Mak?”
masih penasaran merubungku.
”Iya, dia makan ayam panggang
bukan sama kecap dan krupuk, sayang.”
Tiba-tiba perutku langsung kenyang,
mataku berat. Aku jatuh terlelap,
dibuai kasih sayang emak yang beraroma sedap.
Emak lalu menyelimutiku dengan kain sarung kasar,
entah mengapa aku merasa terlindungi
dari tangan beku dingin malam yang gusar.
Keesokan paginya aku bangun
namun lamunanku masih membawa cerita
dari langit ketujuh buah tutur lembut emak.
Semangatku pun naik ke puncak
sebab segalanya terasa indah di benak.
Ah, masa kecilku yang kurindu,
begitu kudamba memenuhi rongga dada
hingga kuingin waktu kembali
seperti dulu, tanpa segala resah.
Kini emak jauh dari mataku.
Di seberang pulau, terpisah Selat Sunda
dari kotaku: Jakarta yang menyesakkan dada.
Di pembaringan ini betapa kubutuh mendengar lagi
kisah emak tentang sang gagah berani
yang rela mati tanpa godaan syetani.
Terutama saat mataku terbayang esok hari
selalu penuh onak dan duri
terkadang membuatku berubah pikiran
untuk bertindak sekehendak hati.
Kisah emak yang kurindu ingin kunikmati
untuk bisa menuntun diriku di sini