Dia Tante Saya, Pak!
Cerita ini berasal dari pengalaman teman saya, seorang guru bidang studi agama Islam.
Sewaktu mengoreksi pekerjaan rumah (PR) pelajaran agama Islam yang diserahkan murid bernama Silva, teman saya menemukan jawaban atas pertanyaan yang terkesan rada ”tak nyambung” sama sekali. Keganjilan jawaban yang diberikan si murid ini tak seperti biasanya. Sebab, Silva selain pintar, dia tak pernah bertingkah laku ”nyeleneh”. Apalagi menyangkut pelajaran agama.
Lihatlah jawaban dari soal nomor terakhir dari sepuluh pertanyaan yang diberikan berikut ini:
10. Orang yang minta bantuan kepada pohon besar, batu atau dukun disebut sebagai Yenni
Pertanyaan ini menyangkut soal tauhid, peng-esa-an Tuhan dalam agama Islam, yang terwujud dalam perbuatan menyandarkan diri kepada-Nya dan hanya minta bantuan datang daripada-Nya. Sebelumnya teman saya sudah seterang mungkin mengajarkan materi ini. Untuk ukuran murid seperti Silva tentu saja mustahil lupa karena daya ingat dan kecerdasannya di atas teman-temannya yang lain. Makanya teman saya pun jadi heran dan bertanya-tanya sendiri. Akhirnya dipanggillah si murid tersebut.
”Coba kamu baca lagi soal nomor sepuluh beserta jawabanmu di sana,” tunjuk teman saya pada buku PR Silva yang sengaja dibuka di hadapannya.
Selesai dibaca si murid, teman saya bertanya kembali kepadanya, ”Kok, jawabanmu nama ’Yenni’ ini. Seharusnya apa, coba?”
”Musyrik, Pak!” jawab Silva cepat.
”Nah, itu kamu sudah tahu. Jelasin ke bapak lah kenapa jawabanmu di PR lain. ’Yenni’ itu siapa?”
Yang ditanya malah senyam-senyum. Lalu diam sambil menatap gurunya.
”Ayolah, bilang ke bapak alasanmu. Kenapa jawabanmu aneh begini, padahal kamu sudah tahu jawaban semestinya.”
”Kemarin itu, Pak.. Rumah kami dibongkar orang. Banyak barang yang dimalingin.”
”Terus..” pancing teman saya lagi.
”Mama manggil tante Yenni. Mama minta ditemani lapor ke polisi. Tapi, tante malah nyuruh mama ke rumah Mbah Sugiyo. Dukun hebat yang tante kenal katanya.”
”O, jadi itu rupanya.” Teman saya geleng-geleng kepala sambil tersenyum setelah dia memahami alasan yang dijelaskan Silva.
”Nah, sekarang hapus jawabanmu itu. Ganti dengan jawaban yang benar. Yang kamu tahu dari yang sudah diajarkan. Kalau sudah, baru bapak koreksi betul.”
Si murid kreatif itu pun patuh. Dia menghapus jawaban ganjil di buku PR nya. Sebuah jawaban yang mungkin tak terlalu ’ganjil’ sebenarnya, karena dia dapatkan langsung dari pengalaman empiris. Pengamatan terhadap tingkah laku orang-orang terdekatnya atas pembuktian teori yang diajarkan gurunya di sekolah, menuntun Silva menemukan jawaban yang terkesan ’tak nyambung’ secara eksplisit. Tetapi, sungguh jawabannya itu sangat memiliki korelasi langsung maknanya bila dilihat secara impilisit.
Saya dan teman saya mengambil hikmah dibalik peristiwa ini. Sesungguhnya anak adalah seorang pengamat ulung dari tiap peristiwa yang terjadi di dekatnya. Observasi langsung dari realitas faktual yang ditemuinya menuntun si anak menyerap, menyimpulkan dan mengambil pengetahuan untuk disimpan jauh di lubuk jiwa terdalam. Ini termasuk dari tiap perbuatan apa pun yang kita tunjukkan kepadanya.
Oleh karena itu, jika Anda mengharapkan anak Anda baik, biarkanlah dia mendengar hal-hal baik mengenai apa pun yang Anda lakukan.
(*) Ilustrasi dari SINI