Hujan deras tanpa henti selalu membawa petaka. Itulah yang terjadi. Tak kuat menahan beban, akhirnya waduk yang berada di atas lembah jebol. Airnya membanjiri desa di bawahnya. Hanya dalam hitungan menit, rumah di sekitarnya terendam air.
Palang Merah segera mengirimkan tim penyelamat. Dengan perahu karet tim penolong menghampiri sebuah rumah. Seorang pria terlihat berdiri di jendela.
"Ayo, cepatlah naik ke perahu! Empat menit lagi desa ini akan tenggelam," ujar regu penolong. Di luar dugaan, pria tersebut hanya tersenyum.
"Tidak, pergilah. Saya percayakan semuanya kepada Tuhan," ujarnya. Regu penolong itu pun pergi mencari korban lain.
Dua menit kemudian, datanglah regu penolong lain memakai speedboat. Sang pria kini sudah berada di atas genteng rumahnya.
"Ayolah, loncat ke perahu!" ujar seorang regu penolong. Dua menit lagi desa ini akan tenggelam."
Lagi-lagi pria tersebut hanya menggelengkan kepala. "Tidak, pergilah, saya percaya Tuhan pasti menolongku." Regu penolong ini pun kemudian berlalu.
Kemudian, datang helikopter penolong. Saat itu sang pria sudah berdiri di atas cerobong asap. Rumahnya sudah benar-benar terendam air. Salah seorang dari helikopter itu segera menurunkan seutas tali.
"Cepatlah naik, tangkap talinya, " teriaknya. "Beberapa detik lagi, desa ini akan hilang."
"Tidak, pergilah, "teriak si pria, "Saya sudah serahkan ini kepada pertolongan Tuhan." Helikopter itu pun segera pergi.
Beberapa menit kemudian, mendapatkan dirinya sudah di pintu surga. Dia tewas tenggelam.
"Apa yang terjadi? Mengapa saya berada di sini?" Ia berteriak seakan memarahi Tuhan.
Jawaban yang didapatnya, "Saya sudah mengirimkan perahu karet, speedboat, dan helikopter. Apa yang sebenarnya kau inginkan?"
(Jerold Mundis / djs)
──────────────────────────────────────────────────────
(*) Sumber dari Majalah Intisari No. 446, September 2000
──────────────────────────────────────────────────────
(*) Sumber dari Majalah Intisari No. 446, September 2000