Pagi masih merayap. Tapi, para pensiunan telah berjejer rapi seperti tengah antri sembako di operasi pasar murah. Tak ketinggalan pula Mawan bersama bapaknya. Mereka juga masuk di dalam antrian.
Tegur sapa nan ramah, percakapan ringan menanyakan kabar dan kesehatan di antara sesama pensiunan menyemarakkan suasana. Sesekali senyum mengembang, menyejukkan di wajah-wajah mantan pengabdi negara yang mengambil gaji pensiunannya.
Tiba-tiba ada yang mendekati Mawan dan bapaknya. Orang itu menyapa,
“Eh, Pak Rahmat .. Apa kabar? Wah, senangnya lihat bapak sehat, tidak penyakitan dan bersih klimis gini.”
“Kabar saya baik,” jawab Bapak Mawan ramah. Ia menyangka pastilah orang ini mengenalnya dulu.
“Enak, ya, sekarang pak? Anak-anak sudah selesai semua sekolahnya,” ujar lelaki tua itu lagi.
Sembari memberi seulas senyum menyejukkan lagi, Pak Rahmat menjawab, “Iya, alhamdulillah..”
Melihat lawan bicaranya menyenangkan dan bisa menerima dengan senang hati ajakannya mengobrol, lelaki tua itu merasa bebas berbicara. Ia pun bertanya tentang apa saja yang pernah membekas di benak, mengendap di hatinya.
“Lha, ini si Mawan yang sakit-sakitan dulu, ya? Sampai bapak harus gadai SK dan pinjam uang juga dengan saya untuk perobatannya?!”
“#$!&X*&??”
Mawan dan bapaknya hanya bisa diam. Terpaku berdiri dirantai tanya lelaki tua yang terbakar kenangan istimewanya.
Catatan :
1. Ditulis pada 6 April 2012, pukul 00:45.WIB
Fiksi Mini : Aku Bisa, Lho?!
Kelelahan dan begitu terbebani pikiran karena pekerjaannya sebagai programmer, ia pun mengeluh.
"Andai kepala ini bisa dilepas untuk dua jam saja..." matanya tampak kuyu, suaranya terdengar hampir serupa desah.
Tiba-tiba ada suara lain yang terdengar di ruangan kerjanya pada tengah malam. Entah dari mana asal suara yang terdengar setengah berbisik itu. Sesosok bayangan yang makin lama kian jelas terlihat menyerupai wujud seorang perempuan muda.
"....???"