Senin, 11 Juni 2012

 

Seandainya Aku Punya..


Dalam interaksi sosial tiap diri kita sehari-hari, kita dapat melihat beberapa hal yang sangat tipikal dari watak manusia. Sebagai mahluk yang diciptakan Tuhan dengan wujudnya paling sempurna, manusia memiliki akal-budi sebagai kekang syahwatnya. Namun, kita harus akui bahwa kerapkali hawa nafsulah yang senantiasa menguasai dirinya. Manusia selalu kekurangan dan menginginkan segala sesuatu. Ironisnya, ketika apa yang diinginkan sebelumnya sudah berada dalam genggaman, dimana ia telah susah-payah memperolehnya, jangankan dirawat atau dijaga dengan semestinya malah manusia sering lalai dan cenderung mengabaikannya. One will never appreciate something till he loses it ─ Orang tak akan pernah menghargai sesuatu sampai ia kehilangannya. Demikian pula cerita berikut ini yang saya dapat dari kehidupan sehari-hari di tempat tinggal saya.


Suatu ketika David, teman saya yang berprofesi sopir angkot itu berkata pada saya:

"Kalau saja aku punya mobil angkot sendiri... Aihhh, alangkah enaknya! Nggak perlu ngejar setoran lagi. Tiap hari ngantongin duit paling sedikit 150-an ribu bersih. Mantap, kan?!"

"Kalau mau, bisa terwujud, Vid!" seru saya menyemangatinya.

"Darimana jalannya? Dari Hongkong kali?!" Ia meragukan kemampuan dirinya mewujudkan angan-angannya tersebut.

"Coba kredit aja, Vid.. Yang penting berani nyisihkan uang buat bayar cicilan bulanannya. Jual motormu dulu. Tambahin sedikit kekurangannya dengan uang simpanan yang ada."

Ia diam. Saran yang saya katakan sepertinya masuk perhitungan logisnya.

"Betul dan masuk akal juga, ya.."

Selanjutnya, ia lalu memberanikan diri untuk mengambil kredit mobil. Setelah beberapa tahun kemudian, karena ia giat dan hemat menyimpan uang hasil kerjanya, mobil angkot kredit-an pun lunas sudah.

Tapi kini apa yang terjadi?

Pagi hari ketika saya mau berangkat kerja kebetulan berpapasan dengannya yang santai,  menyeruput kopi susu sambil merokok di bangku depan rumahnya.

"Nggak naksi, Vid?" sapa saya iseng.

"Malas, ah.. Lagi pengen nikmati cerahnya mentari pagi," katanya cengar-cengir sambil memandang mobil angkotnya yang terparkir di hadapan: pasrah terabaikan.

"Hahahaha... Mantap!" spontan saya jadi tergelak, "Sudah betul! Yang penting lepas keinginan, ya, kan?"

"Hihihihi... Nah, kawan sudah pahamlah tuh!"

Istrinya hanya bersungut-sungut melihat kelakuan sang suami yang naik-turun semangatnya itu. Suka berleha-leha hingga mentari meninggi. Lalu, ia merasa dongkol, dan berkata:

"Sudah macam bos besar! Pagi-pagi nyantai dulu.. Nggak mikir anak-bini mau makan apa? Sewaktu masih jadi sopir mobil orang gayanya bolehlah.. Punya tekad kuat mau berubah. Harus punya angkot sendiri biar pencarian lancar.. Sekarang?! Huhh!" Istri David nyerocos, kesal melihat prilakunya.

"Pagi-pagi ngomel mirip orang gila!" balas David tak kalah sengit. Saya pergi saja meninggalkannya. Tak enak hati melihat adu mulut  mereka.

Dalam hati saya bertanya-tanya: "Mengapa orang selalu menginginkan sesuatu? Akan tetapi ketika ia mendapatkannya, ia malah menyia-nyiakannya."

Entahlah.. mungkin penyebab semuanya bisa dikatakan "hanya sebatas hawa nafsu saja." Memang benar sabda Nabi Muhammad SAW yang menjelaskan bahwasanya jihad terbesar adalah melawan hawa nafsu. 
Share: