Kamis, 28 Juni 2012

 

Baca buku, kurangi masa hukuman


Kemarin saya menemukan berita ringan (soft news) yang dimuat oleh koran Kompas, 27 Juni 2012, pada halaman 11 kolom KILASAN KAWAT SEDUNIA. Isi beritanya menyoroti kebijakan pemerintah Brasil sehubungan dengan syarat pengurangan masa hukuman yang diberlakukan pada para narapidana. Berikut kutipan berita lengkapnya.


kartun+TAHANAN+Brasilia.jpg
Brasilia

Pemerintah Brasil menawarkan pemotongan masa tahanan. Syaratnya tidak rumit. Para tahanan hanya diwajibkan membaca buku, entah itu novel atau buku filsafat, dalam empat hari untuk satu buku. Setelah membaca buku, mereka harus menulis esai tentang buku tersebut dengan tata bahasa yang baik dan benar. Sebuah panel akan menilai apakah karya tulis memenuhi persyaratan untuk ikut program pengurangan masa hukuman. Jika karya itu diterima, narapidana tersebut bisa mendapat pengurangan masa hukuman selama empat hari. Setiap narapidana dapat membaca hingga 12 buku. Dengan demikian, maksimal pengurangan masa tahanan adalah 48 hari. Diharapkan dengan banyak membaca buku, mereka memiliki wawasan yang lebih luas dan menjadi orang yang lebih baik setelah keluar dari hotel prodeo. Idenya bagus juga..  

Sumber : Kompas, Rabu, 27 Juni 2012, Halaman 11 ─ Kolom KILASAN KAWAT SEDUNIA


Membaca berita ringan ini kemarin, cukup menarik perhatian saya untuk berpendapat:

Pemberian keringanan hukuman pada para napi dengan cara unik yang dilaksanakan pemerintah Brasil ini, bisa saja bermanfaat. Pertama, mewajibkan membaca buku kepada para napi yang ingin mendapat pemotongan masa tahanan, dapat membuka wawasan mereka secara langsung.

Kedua, ada suatu maksud untuk memberikan kesadaran dari dalam diri langsung pada tiap napi melalui kegiatan baca buku ini. Siapa tahu dengan banyak membaca nantinya muncul sudut pandang baru dalam olah pikir, banyak pertimbangan dan bersikap bijaksana ketika merenungi perbuatan kriminal yang pernah dilakukannya. Ya, penjara memang tempat yang pas “menjinakkan jiwa liar” mereka sebelumnya.

Ketiga, ketika para napi mulai mengadakan interaksi dengan pemikiran-pemikiran baru melalui pelbagai buku bacaannya, tentu akan masuk pula pengetahuan baru yang dapat mempengaruhi alam pikirannya. Mudah-mudahan terbentuk juga suatu kemampuan intellektual secara bersamaan.

Walaupun demikian, bukankah penjahat yang memiliki kemampuan analitik, intelejensi tinggi, dan kecermatan membaca situasi sebelum melakukan tindakan kriminal, sungguh merupakan penjahat yang lihai? Ini semua tentu saja bisa didapat dengan membaca buku, yang selanjutnya diterapkan langsung dengan tindakan nyata sebagai realisasinya. Hehehe…

* Ilustrasi dari Koran Kompas, 27 Juni 2012
Share: