Kamis, 15 Desember 2011

 

Membiasakan Diri Memanggil SAYA atau AKU

Saya atau Aku dalam gramatika mengarah pada subjek pertama tunggal. Dalam pemakaiannya menyampaikan gagasan dan perasaan individu, kata ganti ini bermaksud mengungkapkan apa yang ada di dalam diri si-pembicara. Keseluruhan dirinya dalam berbagi pesan pada komunikan juga ikut tergambar. Namun, ketika kita berbicara tentang ‘diri dan ke-aku-an’, maka kita sering merasa ada beda dari penggunaan kata ganti Saya dan Aku.

Saya sebagai kata ganti terkesan bahwa si-pembicara memiliki pribadi yang terbiasa dalam suasana formal, protokoler dan ingin melihat apa pun berada dalam jalur yang teratur. Si-pembicara terlihat sebagai seseorang yang konseptualist dan ingin memulai apapun tidak dengan lompatan-lompatan beresiko untuk meraih tujuan penyampaian.

Dari pandangan psikolinguistik, Saya mendeskripsikan kematangan kondisi kejiwaan seorang individu, ketika berbicara pandai mengatur warna emosi apa yang hendak disertakan dalam tiap kata yan diujarkan.

Tetapi, penulis kurang sepakat dengan pandangan ini. Penulis sendiri punya sedikit pengalaman bagaimana seorang yang yang menggunakan kata ganti Saya, dalam berbicara ia seperti melampiaskan emosinya, atau pun meminta pendengar sedikit memberikan pengakuan keberadaan diri. Berikut kutipan kalimatnya,

“W uehh.. Kalau bukan saya siapa lagi?”

Sekarang mari kita bandingkan dengan kalimat lain yang bernada sama,

“Aku lah yang menyelesaikannya!”

Menurut pandangan penulis, kata ganti Saya atau Aku keduanya sama-sama baik dipakai dalam komunikasi. Formal atau tidaknya suatu kondisi pertukaran pesan, sebenarnya tidak bergantung pada pilihan dari penggunaan salah satu kata ganti tersebut.

Sekiranya Aku dipandang mencerminkan ketidak-resmian dari subjek penyampai pesan, sebenarnya bila kita melihatnya dari sudut pandang suasana dan tingkat formallitas tertentu suatu komunikasi. Walaupun demikian kata ganti Aku secara eksplisit mampu menggambarkan suasana familiar dalam percakapan. Tidak terkesan adanya gap dalam berbicara, dan lebih leluasa mengeluarkan uneg-uneg tanpa takut pada prasangka dalam diri sendiri sedang berbicara dengan siapa saat ini.

Tentang penggunaan Aku dalam berbahasa yang mungkin dipandang lebih cenderung menunjukkan ego dan pengakuan diri , penulis berpendapat bahwa ini keliru. Mengapa? Ego dan pengakuan diri yang ingin diraih seorang individu dari lingkungan sosial, sesungguhnya bisa diketahui dari ambisi dan intensnya usaha untuk merealisasikan.

Jadi jangan ragu menggunakan kata ganti Saya atau Aku untuk menunjuk diri sendiri dalam mulai kalimat yang ingin disampaikan. Bila tak berkenan menggunakannya, penulis menyarankan kata ganti orang pertama tunggal lain tak masalah untuk digunakan. Toh, inti suatu komunikasi baik tulisan maupun lisan untuk bertukar informasi. Bagaimana pendapat saudara?


Share: